Rabu, 24 November 2010

Menghormati Hari Kelahiran dan Kematian

Oleh; M. Miftah Wahyudi

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah,

Maka sesungguhnya hal itu tumbuh dari hati yang bertaqwa

(Surat Al-Hajj ayat 2).

Kelahiran dan kematian merupakan perjalanan hidup manusia, dua fase kehidupan yang berbeda yang mengambarkan nilai penghambaan manusia. Fase di mana manusia mengemban tugas, mengatur dan memerintah di kehidupan dunia seraya tanpa melupakan sebagai makhluk yang beragama. Yaitu, bahwa manusia secara sadar mempunyai tanggungjawab mempertahankan kesucian diri, baik secara material dengan menjaga kelestarian alam untuk kemaslahatan bersama, juga aspek spiritual berupa kedalaman ruhani; Iman, Islam dan Ihsan. Sebuah gambaran tentang perjalanan hidup makhluk tuhan dalam membuktikan nilai kehambaan kepada Sang Pencipta di dunia.

Sisi kelahiran merupakan awal di mulainya goretan tinta kehidupan. Kelahiran di dunia adalah kepastian janji Allah Swt, tentang qadla’ dan qadar, yang berjanji menurunkan makhluk yang sempurna di dunia, yakni manusia sebagai kholifatullah fil ard. Hal ini menandakan bahwa manusia di dunia memiliki tugas memurnikan nama-nama kebesaran-Nya. Segala amal ibadah manusia tercatat sebagai wujud kemuliaan Allah Swt, yang telah menentukan kehendak-kehendak-Nya. Di samping itu, manusia juga dituntut mempertanggungjawabkan segala tugas, hal-ikhwal di dunia, berupa amal baik dan buruk.

Selain kelahiran, fase kematian adalah akhir penentuan dari tugas-tugas manusia di dunia. Kematian layaknya gerbang kesiapan manusia mempertanggungjawabkan tindakan yang telah ia perjuangkan di dunia. Segala tinggalan di dunia menjadi satu-satunya citra kemurnian manusia mengemban tugas mulia sebagai kholifatullah fil ard. Banyak hamba-hamba Allah Swt yang saleh teguh memper-juangkan kalimat-kalimat Allah Swt, dan diagung-agungkan ketika mereka telah tiada. Di sisi lain, keha- diran hamba-hamba yang saleh merupakan kerahma-tan bagi alam, disamping ajaran Islam yang rahmatan lil alamin itu sendiri. Sebagaimana dikutip dalam pembukaan ayat di tulisan ini.

Hamba Allah yang saleh dan alim seperti nabi, ulama, syuhada’ dan sholi-hin merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.

Lafadz sya’airillah merupakan bentuk lain dari ciptaan Allah, baik berupa benda, tempat dan waktu di mana dengan ciptaan Allah tersebut kita semakin ingat dan dekat dengan rasa penghambaan.

Maka dalam contoh pelaksanaan haji dan umroh, ibadah Sa’I antara bukit sofa dan marwa adalah ajaran yang harus dilakukan dan hal ini merupakan bagian dari menjunjung tinggi tanda-tanda kebesaran Allah.

Oleh sebab itu, peringatan hari kelahiran dan hari wafatnya seorang hamba yang saleh bukanlah sekedar seremonial rutin yang diadakan tanpa kebermaknaan. Ada subtansi dan makna yang hendak digali di dalamnya. Seorang tokoh yang saleh akan diperingati, dikenang dan diharumkan namanya, terutama karena keberhasilan mengemban amanah sebagai kholifatullah. Jasa dan dedikasi yang telah diberikan bermanfaat bagi perbaikan zaman dan lingkungan, lebih-lebih bagi tatanan masyarakat yang ditinggalkannya.

Di samping itu, peringatan hari lahir atau hari wafat seorang tokoh juga bisa dimaknai sebagai sebuah tapak-tilas terhadap jejak perjuangan tokoh bersangkutan. Berbagai tinggalan bersejarah seperti tatanan sosial, metode pendidikan, nilai budaya, dan figur kharismatik patut untuk ditiru dan diperjuangkan oleh generasi selanjutnya. Dengan demikian, diharapkan dengan adanya momentum ini pelestarian spirit dan semangat perjuangan para tokoh terrefleksikan dalam segenap tingkah laku umat manusia.

Maka peringatan hari lahir atau hari wafat seorang tokoh yang diadakan secara bersama-sama menjadi penting bagi umat Islam. Ruang publik bersama yang didasari atas penghormatan “takdim” kepada para tokoh yang diperingati, tanpa sadar menghilangkan ruang jedah dan sekat-sekat sosial keagamaan yang terjadi. Hasilnya terbukalah media bersilaturrahim bersama; berdoa bersama sembari memantapkan niat untuk meneruskan kembali perjuangan ulama yang diperingati. Selain itu, dalam peringatan ini juga menjadi koreksi sosial atas perjalanan syiar agama. Penyampaian nasihat-nasihat keagamaan yang terselipkan dalam runtutan acara peringatan merupakan reformulasi kembali gerak langkah perjuangan agama.

Salah satu bentuk syukur yang terbesar adalah memperingati kelahiran Nabi Besar Muhammad Saw. Kehadiran beliau tidak lain adalah kunci jawaban atas kerahmatan Allah di dunia. Kelahiran beliau merupakan inti kemuliaan di dunia. Tanpa kehadiran beliau niscaya kelestarian alam baik material maupun spiritual tidak terwujud dan dirasakan hingga saat ini. Beliau lebih mulia dari segala sesuatu, dan atas beliaulah diciptakan segala sesuatu. Maka, memperingati kelahiran beliau berarti juga mensyukuri, memuliakan dan meneruskan perjuangan yang mulia pula.

Kedua, memperingati para penerus nabi, ulama-ulama, para alim. Di mana sisi takdim membuahkan penghayatan perjuangan ulama pewaris Nabi. Atas jasa ulama nilai keislaman yang dibawa Nabi Muhammad Saw tersebar di pelosok-pelosok dan penjuru-penjuru desa. Keberhasilan Ulama membina dan membimbing masyarakat di sekelilingnya patut untuk diperjuangan dan dihidupkan kembali. Hal ini bisa dilakukan dengan kembali mempelajari perilaku-perilaku, tatakrama, akhlak Ulama yang tertulis dalam sejarah kehidupannya, baik secara budaya tutur maupun tertulis.

Dan niatan baik ini terwujud bila kita selalu mengulang dan mengulang lagi ajaran yang telah mereka perjuang, dengan selalu memperingati kelahiran dan kematian para tokoh dan hamba yang saleh itu.

Perlu difahami bahwa, menghormati para hamba saleh bukan maksud mengkultuskan makhluk ciptaan tuhan, namun lebih pada mensyukuri atas perjuangan mereka yang sampai pada kita sekarang ini. Tidak ada seorang pun yang bisa mengerti tentang sesuatu ilmu Allah jika tidak disampaikan melali lisan para ulama-ulama pilihannya. Maka, tidak ada kata lain bahwa para hamba Allah yang saleh merupakan tanda-tanda kebersaran “sya’airillah”. Tujuan keberadaan mereka adalah menjujung tinggi kalimah Allah dan kesuciannya. Oleh sebab itu, apakah kita tidak menjadi hamba yang bersyukur, ketika tahu dan pasti siapa yang membela kita sampai hari ini tidak kita hargai dan hormati perjuangan. Semoga Allah membuka pintu hati kita. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar