Rabu, 24 November 2010

Ziarah Kubur Sebagai Wahana Pendidikan Moral

Oleh. M. Miftah Wahyudi

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ ...

Nabi Muhammad Saw bersabda; “sesungguhnya aku pernah melarang kamu sekalian berziarah kubur, maka berziarahlah karena denganya kamu bisa ingat akan kehidupan akhirat” (riwayat Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’I, Imam Ahmad)

Pergi ke suatu tempat dengan tujuan berlibur adalah kebutuhan sekunder manusia. Istilah rekreasi, tamasya dan berdarmawisata adalah istilah yang biasa digunakan untuk penyegaran jiwa manusia tersebut. Namun, tujuan pergi tersebut berubah makna ketika diniati untuk menghormati, memulyakan dan mendoakan saudara muslim yang sudah wafat, diistilahkan ziarah kubur. Beralihnya makna ini menjadi amat penting ketika kebuntuan hati manusia untuk memahami tujuan dan di mana peraduan akhir mereka besok, yakni mati dan bertemu dengan Allah Swt di akhirat.

Dari sini kita akan mengetahui betapa penting berziarah ke makam. Kelalaian menghadapi hidup dunia niscaya dialami oleh setiap manusia. Banyaknya aktivitas duniawiyah yang seolah-olah menjadikan kehidupan dunia ini adalah segalanya. Padahal hal yang demikian amat sangat diperingatkan oleh agama; bahwa kehidupan akhirat adalah lebih utama dan segala-galanya, tiada bandingannya dengan kehidupan di dunia. Perumpamaan yang sering kita dengar antara kehidupan dunia dengan akhirat adalah setetes air di laut, di mana tetesan air itu adalah kehidupan dunia sedangkan air laut adalah kehidupan akhirat.

Dan diantara salah satu ziarah yang penting adalah berziarah ke makam mereka yang berjasa pada kehidupan kita, seperti orangtua, ulama, wali. Mengingat jasa mereka berarti menyambung perjuangan yang mereka lakukan semasa masih hidup, dengan istilah menambah panjang umur yang secara maknawi menambah panjang perjalanan amal ibadah mereka yang telah meninggal, yaitu manfaat dari ilmu-ilmu, usaha yang terhitung sabagai amal saleh dihadapan Allah.

Ketika berziarah ke makam orang tua berarti kita mengingat bagaimana perjuangan orang tua menghidupi dan membesarkan kita. Berziarah ke makam ulama berarti kita menghayati perjuangan mereka dalam menyebarkan Islam.

Hal inilah yang sebenarnya menjadi pondasi pendidikan moralitas masyarakat. Etika menghargai dan mentauladani sosok pejuang yang disanjung, yang saat ini telah meninggalkan dunia, akan membuahkan hasil percontohan untuk berperilaku seperti ulama yang bersahaja, ikhlas dan tawadlu’. Karena sedikit banyak para peziarah akan mengingat bagaimana dulu ketika mereka masih hidup.

Seorang bapak yang mengajak anaknya ke makam sedikit banyak akan menceritakan sejarah bagaimana kakek-nenek, guru atau siapapun yang diziarahinya. Kesempatan seperti ini menambah kekhusukan kita dalam menjalankan ibadah. Ada rasa percaya diri bahwa betapapun kehidupan kita suatu saat kita akan meninggal seperti yang kita ziarahi.

Begitu pula sebaliknya, dengan berziarah kita akan mengerti betapa batas kemampuan seseorang dalam hidup ini hanya sebatas umur yang telah ditentukan. Ketika hayat sudah meninggalkan badan di situ terputus rangkaian sejarah yang menyertai. Maka yang dapat menumbuhkan kembali adalah selalu berziarah dan menghadirkan kehidupan mereka yang telah meninggal dunia. Sehingga, tujuan berziarah ke tempat-tempat para alim yang kita hargai berguna dibidang pendidikan agama, karena tujuan praktek lapangan berupa ziarah adalah bentuk lain pembelajaran (basic education) sejarah kehidupan di masyarakat.

Realisasi proyek pendidikan berbasis agama yang secara implisit didesain dalam wisata religius ini, senyata harus membuka ruang lebar pembicaraan antar individu yang melakukannya. Selanjutnya, apa yang harus dipedomankan kepada anak adalah pelajaran tauhid, etika bagaimana arah sebenarnya ketika melakukan ziarah kubur. Lambat-laun, pembahasan ziarah tidak tertutup pada aspek ritual semata. Seorang anak atau mereka yang bersama-sama ikut berupaya melakukan dialog kegamaan tentang bagaimana mendudukkan persoalan ziarah yang benar sehingga menambah keimanan.

Allah telah mengisyaratkan pada kita tentang perintah berziarah, tamasya, rekreasi yang bermanfaat bagi peningkatkan rasa keimanan. Seperti ayat yang dijelaskan Al-Qur’an dalam surat Ali Imron ayat 137-138;

قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (137) هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (138)

Artinya; sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (agama) (137). Ini adalah penerangan bagi seluruh umat manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa (138).

Yang dimaksud dengan sunah Allah dalam ayat ini adalah hukum-hukum Allah, berupa malapetaka, balasan yang dilimpahkan kepada orang-orang yang mendustakan. Dan jika ditarik kebalikannya, juga balasan kebaikan bagi mereka yang taat pada Allah, berupa ditingggikan derajatnya baik di dunia maupun akhirat.

Selain ayat di atas, dalam surat Al-Anam ayat 11, surat An-Nahl ayat 36 dan ayat-ayat lain yang tersurat juga menjelaskan tentang bagaimana keagungan sejarah yang harus kita hayati dengan melakukan ziarah. Memahami sejarah perjalanan hidup seorang manusia yang telah meninggalkan dunia, maupun sejarah kejadian alam semesta raya yang mengikutinya.

Oleh sebab itu, lewat berziarah ada penambaahan poin yang ikut disertakan dalam pendidikan moral dan keimanan. Manfaat lain bisa berupa pendasaran mental dan psikologis pelawat lewat pengajaran belbagai pendapat fiqh, teologis dan tauhid yang ditunjang dalih-dalih para ulama sebagai penegasan akan isi kandungan dari ziarah.

Akhirnya untuk menyadari kebutuhan masyarakat atas peringatan hidup di dunia, kreatifitas kemasan dakwah berupa ziarah kubur saat ini dituntut bisa menjelaskan di masyarakat sedalam-dalamnya. Pertentangan idiologi dan teologi bukankah masalah krusial jika kita menyadari kebesaran Islam, bukankah Islam itu kaffah (menyeluruh) yang memberikan kesempatan bagi umatnya mencapainya, baik dari faham keagamaan maupun golongan keislamaman manapun. Allahu ’Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar